“Canthaaaa.....”
teriak mama sambil mengetuk pintu kamar anak bungsunya. “Aras sudah datang tuh!
Lama banget sih. Awas yah sampe telat, ini kan hari pertama kamu masuk
sekolah,” cerocos mama.
Acantha
yang sedang memakai sepatu langsung menghentikan aktivitasnya lalu menghela
nafas mendengar ocehan mamanya. “Iya mama. Ini juga lagi pake sepatu kok,”
jawabnya lalu mengikat tali sepatunya.
Hanya
berselang waktu beberapa menit, Acantha telah selesai mengikat tali sepatunya.
Dia pun langsung berjalan keluar kamar menuju ruang makan. Disana terlihat
mama, papa, kak Dion, dan Aras sedang duduk sambil menikmati sarapan
masing-masing. Cantha mengambil ancang-ancang duduk tepat disamping kak Dion.
“Pagi
semua... Wah kayaknya enak nih sarapan pagi ini,” Cantha berbasa-basi, lalu
mengambil roti dan langsung ditambahkan selai coklat kesukaannya. “Aras, kalau
nanti gue ngerepotin elo nggak apa-apa kan? Kan elo yang udah setahun sekolah
disana,” sahut Cantha sambil mengangkat alisnya sedikit merayu.
Aras
dan Acantha sudah bersahabat sejak kecil. Meskipun mereka terbilang mempunyai
umur yang berbeda setahun, Aras lebih tua daripada Acantha. Tetapi persahabatan
mereka tak pernah pudar. Buktinya hari ini Aras bersedia berangkat bersama
Cantha yang baru saja masuk menjadi murid baru disekolahnya. Sedangkan kak
Dion, dia sudah kuliah S1 di Universitas Moestopo, Jakarta.
“Ya
elah Can, elo mah emang sering ngerepotin orang,” ledek kak Dion yang sedang
menyantap nasi goreng miliknya.
“Hahaha...
bener tuh. Kali-kali kek usaha sendiri,” sambar Aras.
Acantha
makin cemberut saja, mukanya masam. Kakaknya yang melihat muka jeleknya
Acantha, langsung merangkulnya. Mama dan papa hanya menggelengkan kepala
melihat tiga anak ini.
“Gitu
doang cemberut lo! Gimana cowok mau kecantol sama lo?! Hahaha”
“Tau
ah. Bikin orang nggak mood aja lo,”
kesal Cantha.
“Iya
iya, nanti gue ajak elo keliling sekolah deh! Berenti dong cemberutnya, muka lo
udah jelek makin jelek tuh,” ujar Aras yang masih meledek Cantha.
Acantha
berdiri dari duduknya. “Mau berangkat sekarang atau gue berangkat sendiri?”
katanya memberi pilihan pada Aras.
Aras
langsung buru-buru meminum segelas susu yang telah disuguhkan untuknya. “Tante,
om, saya sama Cantha berangkat dulu ya,” ucap Aras sambil berpamitan.
“Hati-hati
yah,” ujar mama dan papa bersamaan.
***
Acantha
yang masih merasa asing dengan suasana sekolah barunya ini, terus saja
memandang sekeliling tempat yang ia lewati. Tak lupa Aras yang selalu ada untuk
Cantha berada disampingnya sambil merangkulnya. Aras sedang memperlihatkan dan
menunjuk satu persatu ruangan yang ada di SMA Avicenna ini, yang selalu
mendapat anggukan mengerti dari Cantha. Dan sekarang berakhir di kantin
belakang sekolah.
“Nah
ini kantin disini. Sekarang elo udah tau kan seluk beluk sekolah ini? Gimana?”
jelas Aras.
Cantha
masih melihat sekeliling dari kiri hingga kanan. “Keren juga ini sekolah,”
Aras
tersenyum senang. Tak percuma dia terus-terusan menawarkan Cantha masuk ke
sekolahnya. “Semoga elo seneng deh ada disini. Oh iya, gue kenalin ke
temen-temen gue yuk!” kata Aras lalu menarik tangan Cantha ke dalam kantin.
Aras
menghampiri dua orang cowok dan seorang cewek. Mereka terlihat sedang asik
bercengkrama.
“Hai
guys, kenalin nih sahabat gue kecil namanya Acantha.” Ujar Aras kepada
temannya. “Can, kenalin nih Fera, Andre, Wisnu,” terang Aras.
“Cantha,”
salamnya mulai dari Fera, Andre, lalu Wisnu. Dan mendapat senyuman termanis
dari mereka.
“Ras,
elo kenapa nggak bilang dari dulu punya temen yang cantik kayak dia,” ujar
Andre yang berada tepat disamping Aras.
Tiba-tiba
saja pipi Cantha memerah. Dia berusaha menyembunyikan itu dengan sedikit menunduk.
Mata
Aras melotot pada Andre. “Apa-apaan sih lo. Cewek mulu yang dipikirin,”
“Cantha,
elo dari SMP mana?” tanya Fera bersahabat.
“Gue
dari SMP Kusuma,” jawab Cantha.
Bel
bertanda masuk pun berbunyi.
“Nanti
elo mau kan ikut kita latihan nge-band?” ajak Andre.
“Boleh-boleh,”
jawab Cantha bersemangat.
Andre
tersenyum senang. “Yaudah kalo gitu, sampai ketemu nanti siang yah,” Andre,
Wisnu, dan Fera pergi menuju kelasnya.
“Gue
anter ke kelas ya!” pinta Aras dan Cantha mengangguk. “Kalo nanti pas MOS ada
apa-apa, elo sms gue aja. Jangan sampe nggak!” suruh Aras.
“Siap,
pak.” Jawab Cantha sambil hormat.
***
Acantha
diajak pergi ke sebuah studio musik tempat biasa Aras dan kawan-kawan latihan
nge-band. Apalagi yang ngajak duluan itu Andre. Nggak tau kenapa ya, gara-gara
gombalan dia tadi pagi bisa bikin Cantha klepek-klepek. Dan temen-temen baru
dikelasnya juga ngomongin Andre yang terlihat cool itu.
Andre
yang memiliki tubuh atletis, hidung mancung, dan ganteng ini sudah otomatis
menjadi tipe idaman cewek banget. Dan Cantha berdoa sekali kalo Andre belum ada
ada yang punya alias jomblo. Dengan begini kan dia bisa melakukan pedekate,
hihi...
Didalam
ruangan, Acantha duduk sambil mendengarkan lagu demi lagu yang terus dimainkan
mereka. Cantha nggak nyangka banget kalo Aras itu jago banget main gitarnya,
karena dia disini menjadi bassis. Tetapi tetap saja yang menjadi perhatiannya
itu seorang drummer yang baru saja tadi pagi menggombalinya.
Setelah
selesai latihan memainkan beberapa lagu, mereka beristirahat. Cantha sudah
menyediakan beberapa air mineral untuk mereka. Cantha berdiri lalu mendekati
Andre.
“Ndre,
nih minumnya. Pasti capek dari tadi latihan,” kata Cantha sambil menyodorkan
sebotol air mineral.
Andre
tersenyum manis. Dan itulah yang ingin dilihat Cantha sekarang. Senyum terindah
dari Andre yang akan dia save didalam otaknya. “Thanks ya, Can,” jawab Andre
sambil mengambil air mineral itu dari tangan Cantha lalu diminumnya hingga
habis.
“Masih
haus?” tanya Cantha sambi mengkerutkan keningnya.
“Nggak
kok,”. Tiba-tiba handphone miliknya bunyi, lalu langsung diangkatnya didepan
Cantha. “Ada apa sayang? Aku baru selesai latihan. Apa? Temenin belanja? Yaudah
habis ini ya, sayang. Nanti aku hubungin lagi. Bye sayang,” ujarnya lalu
matikan telefonnya.
Mata
Cantha tiba-tiba berkaca-kaca. Ternyata perkiraannya salah besar. Andre sudah
ada yang punya. Rasanya seperti ada jarum yang menusuk-nusuk hatinya. Baru kali
ini dia merasakan yang namanya patah hati dan baru kali ini Cantha mengetahui
bagaimana rasanya patah hati, rasanya begitu sakit. Ingin rasanya Cantha
menuangkan perasaannya sekarang dengan menangis. Tapi itu tak mungkin.
Cantha
mendekati Aras yang sedang asik bersenderan di sofa.
“Ras,
gue mau pulang,” rengek Cantha sambil berbisik.
“Kenapa?
ko tiba-tiba gini?” tanya Aras.
“Pokoknya
gue mau pulang!!” jawab Cantha kekeuh.
“Yaudah
deh kita pulang. Tapi nanti elo ceritain ya alesannya kenapa,” pinta Aras dan
Cantha mengangguk.
Aras
dan Cantha berpamitan pulang kepada Fera, Wisnu dan Andre dengan alasan mamanya
Aras minta ditemani belanja sekarang juga. Karena tak ada alasan lain agar
mereka cepat pulang.
***
Saat
dimobil, Cantha hanya terpaku diam sambil melamun. Aras yang melihatnya mulai
merasa resah. Bingung dengan keadaan Cantha sekarang.
“Cantha,
elo nggak apa-apa kan?” tanya Aras.
Cantha
menggelengkan kepala seperti patung.
“Elo
cerita dong sama gue! Jangan diem begini. Nanti kalo gue diinterogasi sama ortu
lo gimana?” ujar Aras makin bingung.
“Kayak
gini ya rasanya patah hati? Ini patah hati atau bukan ya? Masa cuma karena
digombalin gue bisa begini?” kata Cantha yang masih bertanya-tanya dengan
perasaannya sekarang.
Aras
kaget dan masih dengan kebingungannya. “Maksud lo?”
“Gue
nggak tau gue jatuh cinta sama Andre atau nggak. Apa ini karena gue pertama
kali digombalin cowok? Tapi pas gue tau dia udah punya cewek, gue ngerasa hati
gue sakit banget,”
“Jadi?”
“Elo
bisa kan ngehibur gue untuk akhir-akhir ini? Yang gue butuh sekarang cuma
hiburan dan cowok yang bisa mencintai gue dengan tulus. Gue nggak mau ngerasain
sakit hati lagi,” ujar Cantha yang tiba-tiba menangis begitu deras.
Aras
sudah lama tidak melihat Cantha menangis lagi, dan itu membuatnya senang. Tapi sekarang
dia melihat air mata itu lagi. Apalagi sekarang hanya untuk seorang cowok dan
itu untuk Andre. Rasanya dia ingin menjadi Andre yang sudah ditangisi Cantha. Aras
berusaha tegar dan ingin menjadi penyemangat untuk perempuan yang dicintainya.
“Gue
bisa ko ngehibur elo. Tenang aja ya Cantha, cowok disana masih banyak yang
lebih baik dari Andre dan bisa menjadi yang terbaik buat elo. Udah ya jangan
nangis lagi,” kata Aras sambil mengusap-usap rambut Cantha.
“Makasih
ya, Ras,”
Tiga
puluh menit kemudian, Aras sudah memakirkan mobilnya didepan rumah Cantha. Saat
Aras menengok kearah Cantha, ternyata dia tertidur disana. Aras tersenyum. Cantha
begitu cantik jika tertidur. Aras mengambil tisu lalu membersihkan air mata
yang masih membasahi pipi dan kedua mata Cantha.
“Andai
aja elo tau Can, gue sayang banget sama lo. Gue udah sayang sama lo dari dulu
kecil. Tapi elo kan tau gue, gue nggak berani nyatain cinta ke cewek. Apalagi cewek
itu elo. Gue takut banget elo nolak gue dan kita nggak bisa kayak gini lagi. Gue
cinta sama lo sangat tulus dari lubuk hati gue paling dalam,” terang Aras
seperti berbicara sendiri.
Tiba-tiba
Cantha membuka kedua matanya lalu membenarkan posisi duduknya. Aras begitu
kaget dan shock.
“Bener
apa yang lo bilang barusan?” tanya Cantha.
“Elo
denger semuanya?” Aras makin shock saja.
Cantha
mengangguk. “Sebenernya tadi gue beneran tidur. Eh tiba-tiba gue ngerasa ada
yang bersihin air mata gue. Yaa jadinya gue bangun tapi masih merem,” jawab
Cantha jujur. “Kalo boleh jujur sih ya, gue dari dulu juga suka sama lo. Tapi gue
juga nggak mau ngerusak persahabatan kita yang udah terjalin dari kecil ini. Jadi,
gue berusaha ngilangin perasaan gue itu,”
“Dan
sekarang elo nggak punya perasaan yang sama ke gue lagi,” tambah Aras dengan
sedikit bersedih.
“Perasaan
itu masih ada. Dan gue pikir-pikir lagi, ternyata gue nggak suka sama Andre. Dia
cuma pelarian gue aja dan gue hanya sekedar kagum sama dia,” jawab Cantha
malu-malu.
Aras
tersenyum lebar lalu memegan kedua tangan Cantha. “Elo mau jadi cewek gue?”
tanyanya.
Lagi-lagi
Aras tersenyum lebar berkat Cantha. Dia mengangguk.
“Gue
mau kok jadi cewek lo,”
Aras
langsung memeluk Cantha begitu kuat. Aras begitu mencintai Cantha, dan
sebaliknya. Keduanya selama ini hanya tak ingin jujur akan perasaan mereka. Tetapi
sekarang perasaan yang sudah ada sejak dulu bisa terbalaskan dengan bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar