Selasa, 08 Mei 2012

JUJUR LEBIH BAIK


“Canthaaaa.....” teriak mama sambil mengetuk pintu kamar anak bungsunya. “Aras sudah datang tuh! Lama banget sih. Awas yah sampe telat, ini kan hari pertama kamu masuk sekolah,” cerocos mama.
Acantha yang sedang memakai sepatu langsung menghentikan aktivitasnya lalu menghela nafas mendengar ocehan mamanya. “Iya mama. Ini juga lagi pake sepatu kok,” jawabnya lalu mengikat tali sepatunya.
Hanya berselang waktu beberapa menit, Acantha telah selesai mengikat tali sepatunya. Dia pun langsung berjalan keluar kamar menuju ruang makan. Disana terlihat mama, papa, kak Dion, dan Aras sedang duduk sambil menikmati sarapan masing-masing. Cantha mengambil ancang-ancang duduk tepat disamping kak Dion.
“Pagi semua... Wah kayaknya enak nih sarapan pagi ini,” Cantha berbasa-basi, lalu mengambil roti dan langsung ditambahkan selai coklat kesukaannya. “Aras, kalau nanti gue ngerepotin elo nggak apa-apa kan? Kan elo yang udah setahun sekolah disana,” sahut Cantha sambil mengangkat alisnya sedikit merayu.
Aras dan Acantha sudah bersahabat sejak kecil. Meskipun mereka terbilang mempunyai umur yang berbeda setahun, Aras lebih tua daripada Acantha. Tetapi persahabatan mereka tak pernah pudar. Buktinya hari ini Aras bersedia berangkat bersama Cantha yang baru saja masuk menjadi murid baru disekolahnya. Sedangkan kak Dion, dia sudah kuliah S1 di Universitas Moestopo, Jakarta.
“Ya elah Can, elo mah emang sering ngerepotin orang,” ledek kak Dion yang sedang menyantap nasi goreng miliknya.
“Hahaha... bener tuh. Kali-kali kek usaha sendiri,” sambar Aras.
Acantha makin cemberut saja, mukanya masam. Kakaknya yang melihat muka jeleknya Acantha, langsung merangkulnya. Mama dan papa hanya menggelengkan kepala melihat tiga anak ini.
“Gitu doang cemberut lo! Gimana cowok mau kecantol sama lo?! Hahaha”
“Tau ah. Bikin orang nggak mood aja lo,” kesal Cantha.
“Iya iya, nanti gue ajak elo keliling sekolah deh! Berenti dong cemberutnya, muka lo udah jelek makin jelek tuh,” ujar Aras yang masih meledek Cantha.
Acantha berdiri dari duduknya. “Mau berangkat sekarang atau gue berangkat sendiri?” katanya memberi pilihan pada Aras.
Aras langsung buru-buru meminum segelas susu yang telah disuguhkan untuknya. “Tante, om, saya sama Cantha berangkat dulu ya,” ucap Aras sambil berpamitan.
“Hati-hati yah,” ujar mama dan papa bersamaan.

***

Acantha yang masih merasa asing dengan suasana sekolah barunya ini, terus saja memandang sekeliling tempat yang ia lewati. Tak lupa Aras yang selalu ada untuk Cantha berada disampingnya sambil merangkulnya. Aras sedang memperlihatkan dan menunjuk satu persatu ruangan yang ada di SMA Avicenna ini, yang selalu mendapat anggukan mengerti dari Cantha. Dan sekarang berakhir di kantin belakang sekolah.
“Nah ini kantin disini. Sekarang elo udah tau kan seluk beluk sekolah ini? Gimana?” jelas Aras.
Cantha masih melihat sekeliling dari kiri hingga kanan. “Keren juga ini sekolah,”
Aras tersenyum senang. Tak percuma dia terus-terusan menawarkan Cantha masuk ke sekolahnya. “Semoga elo seneng deh ada disini. Oh iya, gue kenalin ke temen-temen gue yuk!” kata Aras lalu menarik tangan Cantha ke dalam kantin.
Aras menghampiri dua orang cowok dan seorang cewek. Mereka terlihat sedang asik bercengkrama.
“Hai guys, kenalin nih sahabat gue kecil namanya Acantha.” Ujar Aras kepada temannya. “Can, kenalin nih Fera, Andre, Wisnu,” terang Aras.
“Cantha,” salamnya mulai dari Fera, Andre, lalu Wisnu. Dan mendapat senyuman termanis dari mereka.
“Ras, elo kenapa nggak bilang dari dulu punya temen yang cantik kayak dia,” ujar Andre yang berada tepat disamping Aras.
Tiba-tiba saja pipi Cantha memerah. Dia berusaha menyembunyikan itu dengan sedikit menunduk.
Mata Aras melotot pada Andre. “Apa-apaan sih lo. Cewek mulu yang dipikirin,”
“Cantha, elo dari SMP mana?” tanya Fera bersahabat.
“Gue dari SMP Kusuma,” jawab Cantha.
Bel bertanda masuk pun berbunyi.
“Nanti elo mau kan ikut kita latihan nge-band?” ajak Andre.
“Boleh-boleh,” jawab Cantha bersemangat.
Andre tersenyum senang. “Yaudah kalo gitu, sampai ketemu nanti siang yah,” Andre, Wisnu, dan Fera pergi menuju kelasnya.
“Gue anter ke kelas ya!” pinta Aras dan Cantha mengangguk. “Kalo nanti pas MOS ada apa-apa, elo sms gue aja. Jangan sampe nggak!” suruh Aras.
“Siap, pak.” Jawab Cantha sambil hormat.

***

Acantha diajak pergi ke sebuah studio musik tempat biasa Aras dan kawan-kawan latihan nge-band. Apalagi yang ngajak duluan itu Andre. Nggak tau kenapa ya, gara-gara gombalan dia tadi pagi bisa bikin Cantha klepek-klepek. Dan temen-temen baru dikelasnya juga ngomongin Andre yang terlihat cool itu.
Andre yang memiliki tubuh atletis, hidung mancung, dan ganteng ini sudah otomatis menjadi tipe idaman cewek banget. Dan Cantha berdoa sekali kalo Andre belum ada ada yang punya alias jomblo. Dengan begini kan dia bisa melakukan pedekate, hihi...
Didalam ruangan, Acantha duduk sambil mendengarkan lagu demi lagu yang terus dimainkan mereka. Cantha nggak nyangka banget kalo Aras itu jago banget main gitarnya, karena dia disini menjadi bassis. Tetapi tetap saja yang menjadi perhatiannya itu seorang drummer yang baru saja tadi pagi menggombalinya.
Setelah selesai latihan memainkan beberapa lagu, mereka beristirahat. Cantha sudah menyediakan beberapa air mineral untuk mereka. Cantha berdiri lalu mendekati Andre.
“Ndre, nih minumnya. Pasti capek dari tadi latihan,” kata Cantha sambil menyodorkan sebotol air mineral.
Andre tersenyum manis. Dan itulah yang ingin dilihat Cantha sekarang. Senyum terindah dari Andre yang akan dia save didalam otaknya. “Thanks ya, Can,” jawab Andre sambil mengambil air mineral itu dari tangan Cantha lalu diminumnya hingga habis.
“Masih haus?” tanya Cantha sambi mengkerutkan keningnya.
“Nggak kok,”. Tiba-tiba handphone miliknya bunyi, lalu langsung diangkatnya didepan Cantha. “Ada apa sayang? Aku baru selesai latihan. Apa? Temenin belanja? Yaudah habis ini ya, sayang. Nanti aku hubungin lagi. Bye sayang,” ujarnya lalu matikan telefonnya.
Mata Cantha tiba-tiba berkaca-kaca. Ternyata perkiraannya salah besar. Andre sudah ada yang punya. Rasanya seperti ada jarum yang menusuk-nusuk hatinya. Baru kali ini dia merasakan yang namanya patah hati dan baru kali ini Cantha mengetahui bagaimana rasanya patah hati, rasanya begitu sakit. Ingin rasanya Cantha menuangkan perasaannya sekarang dengan menangis. Tapi itu tak mungkin.
Cantha mendekati Aras yang sedang asik bersenderan di sofa.
“Ras, gue mau pulang,” rengek Cantha sambil berbisik.
“Kenapa? ko tiba-tiba gini?” tanya Aras.
“Pokoknya gue mau pulang!!” jawab Cantha kekeuh.
“Yaudah deh kita pulang. Tapi nanti elo ceritain ya alesannya kenapa,” pinta Aras dan Cantha mengangguk.
Aras dan Cantha berpamitan pulang kepada Fera, Wisnu dan Andre dengan alasan mamanya Aras minta ditemani belanja sekarang juga. Karena tak ada alasan lain agar mereka cepat pulang.

***

Saat dimobil, Cantha hanya terpaku diam sambil melamun. Aras yang melihatnya mulai merasa resah. Bingung dengan keadaan Cantha sekarang.
“Cantha, elo nggak apa-apa kan?” tanya Aras.
Cantha menggelengkan kepala seperti patung.
“Elo cerita dong sama gue! Jangan diem begini. Nanti kalo gue diinterogasi sama ortu lo gimana?” ujar Aras makin bingung.
“Kayak gini ya rasanya patah hati? Ini patah hati atau bukan ya? Masa cuma karena digombalin gue bisa begini?” kata Cantha yang masih bertanya-tanya dengan perasaannya sekarang.
Aras kaget dan masih dengan kebingungannya. “Maksud lo?”
“Gue nggak tau gue jatuh cinta sama Andre atau nggak. Apa ini karena gue pertama kali digombalin cowok? Tapi pas gue tau dia udah punya cewek, gue ngerasa hati gue sakit banget,”
“Jadi?”
“Elo bisa kan ngehibur gue untuk akhir-akhir ini? Yang gue butuh sekarang cuma hiburan dan cowok yang bisa mencintai gue dengan tulus. Gue nggak mau ngerasain sakit hati lagi,” ujar Cantha yang tiba-tiba menangis begitu deras.
Aras sudah lama tidak melihat Cantha menangis lagi, dan itu membuatnya senang. Tapi sekarang dia melihat air mata itu lagi. Apalagi sekarang hanya untuk seorang cowok dan itu untuk Andre. Rasanya dia ingin menjadi Andre yang sudah ditangisi Cantha. Aras berusaha tegar dan ingin menjadi penyemangat untuk perempuan yang dicintainya.
“Gue bisa ko ngehibur elo. Tenang aja ya Cantha, cowok disana masih banyak yang lebih baik dari Andre dan bisa menjadi yang terbaik buat elo. Udah ya jangan nangis lagi,” kata Aras sambil mengusap-usap rambut Cantha.
“Makasih ya, Ras,”
Tiga puluh menit kemudian, Aras sudah memakirkan mobilnya didepan rumah Cantha. Saat Aras menengok kearah Cantha, ternyata dia tertidur disana. Aras tersenyum. Cantha begitu cantik jika tertidur. Aras mengambil tisu lalu membersihkan air mata yang masih membasahi pipi dan kedua mata Cantha.
“Andai aja elo tau Can, gue sayang banget sama lo. Gue udah sayang sama lo dari dulu kecil. Tapi elo kan tau gue, gue nggak berani nyatain cinta ke cewek. Apalagi cewek itu elo. Gue takut banget elo nolak gue dan kita nggak bisa kayak gini lagi. Gue cinta sama lo sangat tulus dari lubuk hati gue paling dalam,” terang Aras seperti berbicara sendiri.
Tiba-tiba Cantha membuka kedua matanya lalu membenarkan posisi duduknya. Aras begitu kaget dan shock.
“Bener apa yang lo bilang barusan?” tanya Cantha.
“Elo denger semuanya?” Aras makin shock saja.
Cantha mengangguk. “Sebenernya tadi gue beneran tidur. Eh tiba-tiba gue ngerasa ada yang bersihin air mata gue. Yaa jadinya gue bangun tapi masih merem,” jawab Cantha jujur. “Kalo boleh jujur sih ya, gue dari dulu juga suka sama lo. Tapi gue juga nggak mau ngerusak persahabatan kita yang udah terjalin dari kecil ini. Jadi, gue  berusaha ngilangin perasaan gue itu,”
“Dan sekarang elo nggak punya perasaan yang sama ke gue lagi,” tambah Aras dengan sedikit bersedih.
“Perasaan itu masih ada. Dan gue pikir-pikir lagi, ternyata gue nggak suka sama Andre. Dia cuma pelarian gue aja dan gue hanya sekedar kagum sama dia,” jawab Cantha malu-malu.
Aras tersenyum lebar lalu memegan kedua tangan Cantha. “Elo mau jadi cewek gue?” tanyanya.
Lagi-lagi Aras tersenyum lebar berkat Cantha. Dia mengangguk.
“Gue mau kok jadi cewek lo,”
Aras langsung memeluk Cantha begitu kuat. Aras begitu mencintai Cantha, dan sebaliknya. Keduanya selama ini hanya tak ingin jujur akan perasaan mereka. Tetapi sekarang perasaan yang sudah ada sejak dulu bisa terbalaskan dengan bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar