KENANGAN DAHULU, DATANG
KEMBALI
“Guys,
gue mau kasih satu pengumuman sama kalian. Tolong didenger ya!” ucap Panda yang
langsung mendapat perhatian satu kelas. Mereka berhenti melakukan kegiatannya
dan menatap Panda didepan kelas dengan saksama. Panda langsung tersenyum lebar.
“Dikelas kita sekarang bertambah satu pasangan lagi loh! Selain Hangga sama
Hani, Gio sama Siska, Eko sama Nanda,
Luna sama Pactrick, ada satu pasangan lagi yang kebetulan baru jadian kemarin,”
jelasnya sambil menyebutkan satu persatu teman dikelas yang sudah berstatus
berpacaran.
Ucapan
Panda barusan langsung mendapat tatapan penasaran dari semuanya, termasuk aku
sendiri. Siapa yang baru jadian? Semoga aja bukan dia, batinku.
“Siapa,
Pan? Jangan bikin kita penasaran deh!” teriak Nino sang ketua kelas.
“Gue
panggil aja ya mereka,” Panda langsung mengalihkan pandangannya kedepan pintu
kelas. “Nathan, Silla, masuk dong!”
Orang
yang dipanggil Panda barusan, datang memasuki kelas sambil tersenyum gembira
sambil berpegangan tangan. Semua mata melihatnya dengan ternganga. Sedangkan
aku? Aku hanya menunduk menerima semua yang telah terjadi kesekian kalinya.
Ya
tuhan, aku tak kuat menatapnya. Apa yang harus aku lakukan? Aku nggak mungkin
ninggalin kelas. Pasti semua anak-anak tau kalau saja aku masih mencintainya.
Ya tuhan, tahankan air mata ini.
Yap,
aku ini adalah mantan Nathan dan kami hanya bisa bertahan dua minggu. Ini semua
memang kesalahanku. Seandainya saat itu aku tak bersikap jutek padanya, mungkin
dia masih menjadi yang kumau. Aku sama sekali tak bermaksud untuk
menyia-nyiakannya. Hanya saja, aku masih tak percaya dengan apa yang telah
terjadi padaku saat itu. Aku sudah bisa memiliki seseorang yang sebelumnya
hanya sebagai sahabatku saja. Aku hanya terpaku dengan ketidak percayaanku,
hingga aku tidak menghubunginya dan dia mengucap kata yang tak aku inginkan.
Semua
anak-anak langsung bertepuk tangan melihat kedatangan Nathan dan Silla semesra
itu. Dan beberapa dari mereka berteriak meminta traktir.
Tya
sepertinya sudah tau bagaimana sakit yang tiba-tiba menusukku sekarang. Tya
teman sebangku ku. Dia langsung memegang bahuku. “Nay, lo yang sabar ya! Gue
yakin elo pasti bisa dapet yang lebih dari Nathan. Elo jangan terus-terusan
salahin elo aja, ya!” ujar Tya memberikan motivasi padaku.
Aku
menatapnya sambil tersenyum senang. “Thanks ya, Tya. Kalo elo nggak ada disini,
gue nggak tau deh gimana gue sekarang,”
Kayaknya
ini udah saatnya gue harus ngelupain dia. Gue nggak mau sakit terus ngeliat dia
sama cewek lain. Gue nggak mau bikin diri gue sendiri sakit. Nayla, pasti elo
bisa kok bangung dari mimpi elo yang akan balikan sama dia, ucapku dalam hati.
***
“Ty,
caranya move on gimana? gue capek begini terus,” curhat pada Tya saat sedang
berjalan di koridor sekolah. Dan aku menatap lantai-lantai dengan tatapan
kosong.
“Kayaknya
elo harus cepet-cepet dapet pengganti dia deh! Elo nggak mau kan terpuruk
terus? Sedangkan, dia udah berkali-kali gonta-ganti pacar setelah putus dari
elo?” kata Tya sambil merangkulku.
Aku
mengangguk pelan. “Bener juga sih kata lo. Tapi kan elo tau sendiri, dulu gue
udah sempet jadian lagi sama mantan gue. Dan gue tetep aja mikirin dia. Gue
nggak mau nyakitin hati orang lagi, Ty,” ucapku lirih.
“Yah
maksud gue, elo PDKT aja dulu sama seorang cowok. Dan kalau diotak elo masih
ada Nathan, elo jangan lanjutin lagi hubungan elo sama cowok itu. Dan
seterusnya begitu sama beberapa cowok lainnya,” terang Tya.
Aku
menatapnya aneh, hingga alisku mengkerut. “Elo gila? Mau dibilang apa gue
dimata cowok-cowok itu?”
“Lagian
gue bingung sih sama elo. Jujur yah, gue baru pertama kali denger cerita
serumit ini. Kadang-kadang gerak gerik Nathan kayak masih naksir elo, tapi
taunya dia jadian sama cewek lain. Dan itu udah beberapa kali kejadian. Dan elo
harus tau, gue bingung!” ucap Tya dengan polosnya.
Aku
memeluk Tya dari samping. “Yaah, sorry banget ya, Ty. Gue udah bikin elo ikutan
capek dimasalah gue ini. Tapi elo masih mau kan jadi sahabat gue?” aku
menatapnya penuh mohon.
Tya
tersenyum lalu mencubit pipiku dengan lembut. “Iya tembem. Gue akan tetap jadi
sahabat elo kok. Dan gue akan ada disaat suka maupun duka lo,”
Aku
dan Tya saling mempererat. “Makasih banget yah,” ucapku.
Saat
aku dan Tya akan berbelok, tiba-tiba saja aku ketabrak seseorang yang sedang
berjalan. Pelukan aku dan Tya terlepas, pelukan hangat dari sahabat. Secara
refleks, aku memegang bahuku yang kesakitan.
“Hati-hati
dong kalo jalan. Sakit nih!” gerutuku.
Dia
langsung panik dan berusaha memegang bahuku yang kesakitan. “Sakit ya?”
“Iyalah,”
aku berusaha menepis tangannya. “Udah jangan pegang-pegang! Nanti bengkak!”
ucapku kasar sambil melototinya, lalu pergi meninggalkannya sambil menggandeng
Tya yang hanya diam saja.
***
Hari
ini benar-benar bikin mood-ku hilang.
Aku harus menghadapi Nathan yang baru saja jadian dengan Silla dan mereka
terus-terusan bermesraan didalam kelas, bahuku masih terasa sakit karena cowok
nggak jelas, dan ditambah sekarang aku harus menunggu bus di halte depan
sekolah seorang diri. Biasanya aku pulang bersama Tya, tapi karena kebetulan
dia ada ekskul mading, jadi aku harus pulang sendiri.
“Gimana
tangan lo?”
Tiba-tiba
saja ada mengajakku berbicara, tepat disamping kiriku. Aku menoleh kesumber
suara itu. Ternyata cowok nggak jelas tadi pagi.
“Mendingan,”
jawabku singkat tanpa melihatnya.
Dia
menghela nafas tenang. “Bagus deh kalau gitu! Sorry banget loh tadi. Gue nggak
ada maksud buat nabrak lo. Gue tadi memang lagi buru-buru banget.” Ujarnya
jujur.
Aku
sedikit meliriknya. Sepertinya cowok ini baik. Dan dia terlihat begitu jujur
saat berkata barusan. Aku jadi nggak enak kalau harus bersikap dingin kepada
cowok ramah seperti dia.
Dia
mengulurkan tangan padaku. “Oh iya, kenalin gue Juna. Nama lo siapa?” ucapnya
ingin berkenalan.
Aku
menyambutnya dengan baik. “Gue Nayla. Elo murid baru?” tanyaku.
Juna
mengangguk. “Iya, gue murid baru disini. Pindahan dari Jepara. Dan gue duduk
dikelas X2,”
“Gue
kebetulan kelas X1,” tambahku lalu melepas tanganku darinya.
Juna
melihat kesekeliling. “Elo sendirian? Gue antar pulang aja yah! Nggak baik loh
cewek naik bus sendirian,” tawarnya.
Aku
sedikit mengkerutkan dahi sambil garuk-garuk kepala yang sebenarnya tak perlu
digaruk. “Hhhmm.. gimana ya?” pikirku.
“Ayolah..
Nanti kalau terjadi yang nggak diinginkan gimana? mendingan naik motor gue aja
yuk!” pintanya.
Apa
salahnya aku menerima ajakan dia? Dia kan juga bermaksud baik. Aku pun
mengangguk setuju. Juna langsung berjalan memasuki sekolah kembali untuk
mengambil motornya di parkiran dan aku membututinya dibelakang.
Sejak
kejadian itu aku mulai dekat dengan Juna. Dia sering mengantar dan menjemputku
ke sekolah. Dan setiap istirahat, aku selalu bersama Tya dan Juna. Dilain
kesempatan, kami juga pergi ke toko buku bersama.
***
Bel
istirahat sudah berbunyi, aku, Tya dan Juna langsung menuju kantin. Setelah memesan
makanan, Juna permisi ke toilet sebentar. Aku dan Tya menatap kepergian Juna
dengan saksama hingga tak terlihat lagi.
“Gue
ngerasa ada yang beda loh, Nay,” ucap Tya.
Aku
menatapnya kebingungan. “Apanya yang beda?”
“Sikap
dia sama elo itu beda banget sama sikap dia ke gue atau ke cewek yang lain,”
jawab Tya sesuai analisa ngawurnya.
Aku
menggeleng sambil cekikikan. “Haduh Tya, maksud elo dia suka gitu sama gue? Nggak
mungkinlah. Lagian elo tau kan kalo gue baru 70% move on dari Nathan? Jadi gue
nggak bisa terima cinta dia. Dan gue pikir analisa aneh elo itu salah deh,”
“Tapi
tapi, gue punya satu analisa lagi,” ujar Tya sambil membenarkan duduknya.
Aku
memang tau benar kalau sahabatku yang satu ini paling hobi ngeluarin analisa
tentang tingkah laku seseorang disekelilingnya. “Apa lagi?”
“Nanti
kalau Juna dateng kesini, elo ajak dia ngobrol. Dan elo coba lirik ke belakang,”
perintah Tya.
“Ngapain?
Elo dari tadi ngomong nggak bener mulu deh! Gue nggak ngerti maksud elo apa,”
Tiba-tiba
Juna sudah datang setelah dari toilet tadi. “Hay, lagi pada ngobrolin apa nih? Masa
gue nggak diajak?” sahutnya.
Aku
dan Tya tersenyum. “Ini urusan cewek,” ujar kami bebarengan lalu bertos
bersama. Kami langsung tertawa bersama.
“Iya
deh gue ngalah. Eh iya Nay, barusan gue kebetulan ngeliat mading. Disana ada
pengumuman tentang acara valentine’s day disekolah dan setiap yang datang ke
acara itu harus bawa pasangannya masing-masing,” jelas Juna.
“Terus?”
tanyaku.
Dia
terdiam sejenak. “Hhhmm.... elo mau nggak dateng ke acara itu sama gue?”
Aku
tersentak kaget. Juna ngajakin aku ke acara valentine’s day? Dan itu tinggal
tiga hari lagi?, tanyaku dalam hati. Aku jadi terdiam.
Juna
tertawa kecil lalu mengacak-acak rambutku dengan lembut. “Elo nggak harus jawab
sekarang kok. Tenang aja, Lek,” ujarnya.
“Cepetan
liat kebelakang,” bisik Tya yang menyuruhku saat Juna sedang mengacak-acak
rambutku. Dan aku menurut. Pemandangan yang kulihat membuatku tersentak kaget
kedua kalinya, kali ini sampai aku salah tingkah dan tiba-tiba saja jantungku
berdetak begitu cepat.
Juna
melepas tangannya. “Ngeliat apaan sih kalian?” tanyanya.
“Ah,
nggak. Cuma ngeliat kucing yang lagi makan makanan jatuh tuh dibelakang. Kayaknya
kasian banget yah kucing itu,” jawab Tya berbohong, tetapi memang ada
pemandangan itu pula saat aku melihat kebawah.
Aku
berbalik dan menunduk. Ini apalagi ya tuhan? Mengapa tiba-tiba Nathan menatapku
dengan tatapan detektif begitu? Aku nggak mau kejadian kemarin-kemarin terulang
kembali. Disaat dia beberapa kali kepergok sedang menatapku dan menulis status
di facebook yang seperti ditujukan padaku, bahwa dia masih menyayangiku. Dan itu
semua hanya kesenangan sesaat untukku. Dia langsung memiliki perempuan lain.
Tak
lama pesanan kami bertiga datang. Dan aku masih melamun dengan tatapan kosong.
“Tya,
Nayla, dimakan yah ketopraknya. Kan jarang-jarang gue traktir kalian, hehe,”
candanya.
“Lagi
kesambet apaan lo baik sama kita?” tambah Tya.
Juna
tertawa. “Udahlah makan aja. Nayla, jangan dipelototin aja, dimakan,”
“Biarin
aja Nayla mah. Nanti juga dimakan,” ujar Tya menenangkan Juna, takut-takut
berpikiran aku tak suka ditraktirnya.
***
Valentine’s
Day!!! Aku menerima ajakan Juna untuk datang bersamanya. Menurutku, tak ada
salahnya aku menerima ajakan Juna. Datang sebagai pasangan disebuah acara
valentine belum tentu harus sebagai sepasang kekasih kan?
Juna
datang menjemputku dirumah lalu mengegas motor ninja hijaunya menuju sekolah. Sesampainya
disana, aku asik ngobrol dengan Juna. Dan sesekali kami merasa cemburu pada
pasangan yang saling bertukar kado. Ada yang memberi cokelat yang begitu
special, bunga mawar, cincin, kalung, boneka, dan lain-lain.
Tiba-tiba
saja Nathan datang menghampiri kami.
“Jun,
gue boleh minjem Nayla-nya dulu? Gue perlu bicara samadia sebentar,” ujarnya.
Rasa
salah tingkahku secara tiba-tiba saja datang. Itulah setiap yang kurasakan saat
melihat Nathan, apalagi bersamanya.
Juna
mengangguk pasrah. “Kalian bicara aja dulu,”
Nathan
menarik tanganku menuju belakang sekolah yang kebetulan itu danau tempat biasa
aku bersama Nathan saat kami masih menjadi sahabat dulu.
Yap,
sebelum kami jadian dulu, kami berdua adalah dua orang sahabat yang begitu
akrab. Dan aku sebenarnya sudah bertahun-tahun memiliki rasa padanya. Sekitar beberapa
bulan lalu, aku baru bisa mendapatkannya dan itu tak lama. Aku masih merasakan
bagaimana sakitnya dulu dan indahnya dulu. Memori itu masih begitu terkenang
dihatiku sampai sekarang.
“Nay,
gue perlu bicarra sama lo,” ujarnya.
“Ngomong
aja,” jawabku singkat.
Nathan
menarik nafas panjang, lalu dibuangnya. “Gue perlu jujur sama elo. Jujur, gue
masih sayang sama lo. Gue cemburu saat elo deket sama Juna. Dan dulu gue
putusin elo, itu karena gue ngerasa elo udah nyia-nyiain gue. Gue nggak mau
pacaran tapi kayak nggak pacaran begitu. Jadi, saat itu gue ambil keputusan
itu,” terang Nathan dan langsung mendapatkan setetes air mata dariku.
“Dan
gue juga mau jujur sama lo. Dulu, gue nggak ada maksud untuk nyia-nyiain elo. Gue
cuma masih terpaku dengan pikiran gue. Kenapa sih elo bisa suka sama gue? Gue nggak
bisa se-perfect mantan-mantan lo. Gue terlalu banyak kekurangan, dan dulu
sampai sekarang gue masih merasa kalau gue nggak bisa se-perfect mereka,”
cerocosku sambil menangis. Air mataku memang sudah tak bisa tertahan lagi.
“Elo
perlu tau, Nay. Gue sayang sama lo begitu tulus. Gue sayang sama lo apa adanya,
bukan ada apanya. Dan dari kekurangan itu, menjadi kelebihan elo dihati gue. Gue
nggak perlu cewek perfect, gue perlu cewek apa adanya dan dia menerima gue apa
adanya pula. Gue udah coba ngelupain elo dengan cara jadian sama beberapa
cewek. Tapi tetep aja, bayangan elo selalu ada diotak gue. Apalagi saat ngeliat
elo mesra-mesraan sama Juna. Rasanya hatiku kayak ketusuk duri,”
“Elo
juga perlu tau, gue sayang sama elo udah lama banget. Sejak beberapa tahun yang
lalu, saat kita sahabatan kelas tujuh semester dua dulu,”
Nathan
memegang kedua tanganku. “Elo mau jadi pacar gue lagi?” tanyanya.
“Cewek
lo?” tanyaku lagi.
“Dia
udah gue putusin dari kemarin. Gue nggak mau bohongin perasaan gue terus,”
Aku
tersenyum. “Gue mau jadi pacar lo lagi,”
Nathan
langsung memelukku begitu erat, akupun juga begitu.
Aku
sangat merindukan ini. Saat aku bisa jujur tentang perasaanku padanya. Saat aku
bisa begitu dekat dengannya. Ini adalah hari valentine yang begitu indah
bagiku. Valentine ini takkan kulupa, akan selalu kuingat. Disaat aku sudah
tidak membohongi perasaanku yang begitu mendalam pada Nathan. Kuharap kebahagiaan
ini terus terjadi selamanya.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar