Jumat, 18 Mei 2012

KENANGAN DAHULU, DATANG KEMBALI


KENANGAN DAHULU, DATANG KEMBALI


“Guys, gue mau kasih satu pengumuman sama kalian. Tolong didenger ya!” ucap Panda yang langsung mendapat perhatian satu kelas. Mereka berhenti melakukan kegiatannya dan menatap Panda didepan kelas dengan saksama. Panda langsung tersenyum lebar. “Dikelas kita sekarang bertambah satu pasangan lagi loh! Selain Hangga sama Hani, Gio sama Siska,  Eko sama Nanda, Luna sama Pactrick, ada satu pasangan lagi yang kebetulan baru jadian kemarin,” jelasnya sambil menyebutkan satu persatu teman dikelas yang sudah berstatus berpacaran.
Ucapan Panda barusan langsung mendapat tatapan penasaran dari semuanya, termasuk aku sendiri. Siapa yang baru jadian? Semoga aja bukan dia, batinku.
“Siapa, Pan? Jangan bikin kita penasaran deh!” teriak Nino sang ketua kelas.
“Gue panggil aja ya mereka,” Panda langsung mengalihkan pandangannya kedepan pintu kelas. “Nathan, Silla, masuk dong!”
Orang yang dipanggil Panda barusan, datang memasuki kelas sambil tersenyum gembira sambil berpegangan tangan. Semua mata melihatnya dengan ternganga. Sedangkan aku? Aku hanya menunduk menerima semua yang telah terjadi kesekian kalinya.
Ya tuhan, aku tak kuat menatapnya. Apa yang harus aku lakukan? Aku nggak mungkin ninggalin kelas. Pasti semua anak-anak tau kalau saja aku masih mencintainya. Ya tuhan, tahankan air mata ini.
Yap, aku ini adalah mantan Nathan dan kami hanya bisa bertahan dua minggu. Ini semua memang kesalahanku. Seandainya saat itu aku tak bersikap jutek padanya, mungkin dia masih menjadi yang kumau. Aku sama sekali tak bermaksud untuk menyia-nyiakannya. Hanya saja, aku masih tak percaya dengan apa yang telah terjadi padaku saat itu. Aku sudah bisa memiliki seseorang yang sebelumnya hanya sebagai sahabatku saja. Aku hanya terpaku dengan ketidak percayaanku, hingga aku tidak menghubunginya dan dia mengucap kata yang tak aku inginkan.
Semua anak-anak langsung bertepuk tangan melihat kedatangan Nathan dan Silla semesra itu. Dan beberapa dari mereka berteriak meminta traktir.
Tya sepertinya sudah tau bagaimana sakit yang tiba-tiba menusukku sekarang. Tya teman sebangku ku. Dia langsung memegang bahuku. “Nay, lo yang sabar ya! Gue yakin elo pasti bisa dapet yang lebih dari Nathan. Elo jangan terus-terusan salahin elo aja, ya!” ujar Tya memberikan motivasi padaku.
Aku menatapnya sambil tersenyum senang. “Thanks ya, Tya. Kalo elo nggak ada disini, gue nggak tau deh gimana gue sekarang,”
Kayaknya ini udah saatnya gue harus ngelupain dia. Gue nggak mau sakit terus ngeliat dia sama cewek lain. Gue nggak mau bikin diri gue sendiri sakit. Nayla, pasti elo bisa kok bangung dari mimpi elo yang akan balikan sama dia, ucapku dalam hati.

***

“Ty, caranya move on gimana? gue capek begini terus,” curhat pada Tya saat sedang berjalan di koridor sekolah. Dan aku menatap lantai-lantai dengan tatapan kosong.
“Kayaknya elo harus cepet-cepet dapet pengganti dia deh! Elo nggak mau kan terpuruk terus? Sedangkan, dia udah berkali-kali gonta-ganti pacar setelah putus dari elo?” kata Tya sambil merangkulku.
Aku mengangguk pelan. “Bener juga sih kata lo. Tapi kan elo tau sendiri, dulu gue udah sempet jadian lagi sama mantan gue. Dan gue tetep aja mikirin dia. Gue nggak mau nyakitin hati orang lagi, Ty,” ucapku lirih.
“Yah maksud gue, elo PDKT aja dulu sama seorang cowok. Dan kalau diotak elo masih ada Nathan, elo jangan lanjutin lagi hubungan elo sama cowok itu. Dan seterusnya begitu sama beberapa cowok lainnya,” terang Tya.
Aku menatapnya aneh, hingga alisku mengkerut. “Elo gila? Mau dibilang apa gue dimata cowok-cowok itu?”
“Lagian gue bingung sih sama elo. Jujur yah, gue baru pertama kali denger cerita serumit ini. Kadang-kadang gerak gerik Nathan kayak masih naksir elo, tapi taunya dia jadian sama cewek lain. Dan itu udah beberapa kali kejadian. Dan elo harus tau, gue bingung!” ucap Tya dengan polosnya.
Aku memeluk Tya dari samping. “Yaah, sorry banget ya, Ty. Gue udah bikin elo ikutan capek dimasalah gue ini. Tapi elo masih mau kan jadi sahabat gue?” aku menatapnya penuh mohon.
Tya tersenyum lalu mencubit pipiku dengan lembut. “Iya tembem. Gue akan tetap jadi sahabat elo kok. Dan gue akan ada disaat suka maupun duka lo,”
Aku dan Tya saling mempererat. “Makasih banget yah,” ucapku.
Saat aku dan Tya akan berbelok, tiba-tiba saja aku ketabrak seseorang yang sedang berjalan. Pelukan aku dan Tya terlepas, pelukan hangat dari sahabat. Secara refleks, aku memegang bahuku yang kesakitan.
“Hati-hati dong kalo jalan. Sakit nih!” gerutuku.
Dia langsung panik dan berusaha memegang bahuku yang kesakitan. “Sakit ya?”
“Iyalah,” aku berusaha menepis tangannya. “Udah jangan pegang-pegang! Nanti bengkak!” ucapku kasar sambil melototinya, lalu pergi meninggalkannya sambil menggandeng Tya yang hanya diam saja.

***

Hari ini benar-benar bikin mood-ku hilang. Aku harus menghadapi Nathan yang baru saja jadian dengan Silla dan mereka terus-terusan bermesraan didalam kelas, bahuku masih terasa sakit karena cowok nggak jelas, dan ditambah sekarang aku harus menunggu bus di halte depan sekolah seorang diri. Biasanya aku pulang bersama Tya, tapi karena kebetulan dia ada ekskul mading, jadi aku harus pulang sendiri.
“Gimana tangan lo?”
Tiba-tiba saja ada mengajakku berbicara, tepat disamping kiriku. Aku menoleh kesumber suara itu. Ternyata cowok nggak jelas tadi pagi.
“Mendingan,” jawabku singkat tanpa melihatnya.
Dia menghela nafas tenang. “Bagus deh kalau gitu! Sorry banget loh tadi. Gue nggak ada maksud buat nabrak lo. Gue tadi memang lagi buru-buru banget.” Ujarnya jujur.
Aku sedikit meliriknya. Sepertinya cowok ini baik. Dan dia terlihat begitu jujur saat berkata barusan. Aku jadi nggak enak kalau harus bersikap dingin kepada cowok ramah seperti dia.
Dia mengulurkan tangan padaku. “Oh iya, kenalin gue Juna. Nama lo siapa?” ucapnya ingin berkenalan.
Aku menyambutnya dengan baik. “Gue Nayla. Elo murid baru?” tanyaku.
Juna mengangguk. “Iya, gue murid baru disini. Pindahan dari Jepara. Dan gue duduk dikelas X2,”
“Gue kebetulan kelas X1,” tambahku lalu melepas tanganku darinya.
Juna melihat kesekeliling. “Elo sendirian? Gue antar pulang aja yah! Nggak baik loh cewek naik bus sendirian,” tawarnya.
Aku sedikit mengkerutkan dahi sambil garuk-garuk kepala yang sebenarnya tak perlu digaruk. “Hhhmm.. gimana ya?” pikirku.
“Ayolah.. Nanti kalau terjadi yang nggak diinginkan gimana? mendingan naik motor gue aja yuk!” pintanya.
Apa salahnya aku menerima ajakan dia? Dia kan juga bermaksud baik. Aku pun mengangguk setuju. Juna langsung berjalan memasuki sekolah kembali untuk mengambil motornya di parkiran dan aku membututinya dibelakang.
Sejak kejadian itu aku mulai dekat dengan Juna. Dia sering mengantar dan menjemputku ke sekolah. Dan setiap istirahat, aku selalu bersama Tya dan Juna. Dilain kesempatan, kami juga pergi ke toko buku bersama.

***

Bel istirahat sudah berbunyi, aku, Tya dan Juna langsung menuju kantin. Setelah memesan makanan, Juna permisi ke toilet sebentar. Aku dan Tya menatap kepergian Juna dengan saksama hingga tak terlihat lagi.
“Gue ngerasa ada yang beda loh, Nay,” ucap Tya.
Aku menatapnya kebingungan. “Apanya yang beda?”
“Sikap dia sama elo itu beda banget sama sikap dia ke gue atau ke cewek yang lain,” jawab Tya sesuai analisa ngawurnya.
Aku menggeleng sambil cekikikan. “Haduh Tya, maksud elo dia suka gitu sama gue? Nggak mungkinlah. Lagian elo tau kan kalo gue baru 70% move on dari Nathan? Jadi gue nggak bisa terima cinta dia. Dan gue pikir analisa aneh elo itu salah deh,”
“Tapi tapi, gue punya satu analisa lagi,” ujar Tya sambil membenarkan duduknya.
Aku memang tau benar kalau sahabatku yang satu ini paling hobi ngeluarin analisa tentang tingkah laku seseorang disekelilingnya. “Apa lagi?”
“Nanti kalau Juna dateng kesini, elo ajak dia ngobrol. Dan elo coba lirik ke belakang,” perintah Tya.
“Ngapain? Elo dari tadi ngomong nggak bener mulu deh! Gue nggak ngerti maksud elo apa,”
Tiba-tiba Juna sudah datang setelah dari toilet tadi. “Hay, lagi pada ngobrolin apa nih? Masa gue nggak diajak?” sahutnya.
Aku dan Tya tersenyum. “Ini urusan cewek,” ujar kami bebarengan lalu bertos bersama. Kami langsung tertawa bersama.
“Iya deh gue ngalah. Eh iya Nay, barusan gue kebetulan ngeliat mading. Disana ada pengumuman tentang acara valentine’s day disekolah dan setiap yang datang ke acara itu harus bawa pasangannya masing-masing,” jelas Juna.
“Terus?” tanyaku.
Dia terdiam sejenak. “Hhhmm.... elo mau nggak dateng ke acara itu sama gue?”
Aku tersentak kaget. Juna ngajakin aku ke acara valentine’s day? Dan itu tinggal tiga hari lagi?, tanyaku dalam hati. Aku jadi terdiam.
Juna tertawa kecil lalu mengacak-acak rambutku dengan lembut. “Elo nggak harus jawab sekarang kok. Tenang aja, Lek,” ujarnya.
“Cepetan liat kebelakang,” bisik Tya yang menyuruhku saat Juna sedang mengacak-acak rambutku. Dan aku menurut. Pemandangan yang kulihat membuatku tersentak kaget kedua kalinya, kali ini sampai aku salah tingkah dan tiba-tiba saja jantungku berdetak begitu cepat.
Juna melepas tangannya. “Ngeliat apaan sih kalian?” tanyanya.
“Ah, nggak. Cuma ngeliat kucing yang lagi makan makanan jatuh tuh dibelakang. Kayaknya kasian banget yah kucing itu,” jawab Tya berbohong, tetapi memang ada pemandangan itu pula saat aku melihat kebawah.
Aku berbalik dan menunduk. Ini apalagi ya tuhan? Mengapa tiba-tiba Nathan menatapku dengan tatapan detektif begitu? Aku nggak mau kejadian kemarin-kemarin terulang kembali. Disaat dia beberapa kali kepergok sedang menatapku dan menulis status di facebook yang seperti ditujukan padaku, bahwa dia masih menyayangiku. Dan itu semua hanya kesenangan sesaat untukku. Dia langsung memiliki perempuan lain.
Tak lama pesanan kami bertiga datang. Dan aku masih melamun dengan tatapan kosong.
“Tya, Nayla, dimakan yah ketopraknya. Kan jarang-jarang gue traktir kalian, hehe,” candanya.
“Lagi kesambet apaan lo baik sama kita?” tambah Tya.
Juna tertawa. “Udahlah makan aja. Nayla, jangan dipelototin aja, dimakan,”
“Biarin aja Nayla mah. Nanti juga dimakan,” ujar Tya menenangkan Juna, takut-takut berpikiran aku tak suka ditraktirnya.

***

Valentine’s Day!!! Aku menerima ajakan Juna untuk datang bersamanya. Menurutku, tak ada salahnya aku menerima ajakan Juna. Datang sebagai pasangan disebuah acara valentine belum tentu harus sebagai sepasang kekasih kan?
Juna datang menjemputku dirumah lalu mengegas motor ninja hijaunya menuju sekolah. Sesampainya disana, aku asik ngobrol dengan Juna. Dan sesekali kami merasa cemburu pada pasangan yang saling bertukar kado. Ada yang memberi cokelat yang begitu special, bunga mawar, cincin, kalung, boneka, dan lain-lain.
Tiba-tiba saja Nathan datang menghampiri kami.
“Jun, gue boleh minjem Nayla-nya dulu? Gue perlu bicara samadia sebentar,” ujarnya.
Rasa salah tingkahku secara tiba-tiba saja datang. Itulah setiap yang kurasakan saat melihat Nathan, apalagi bersamanya.
Juna mengangguk pasrah. “Kalian bicara aja dulu,”
Nathan menarik tanganku menuju belakang sekolah yang kebetulan itu danau tempat biasa aku bersama Nathan saat kami masih menjadi sahabat dulu.
Yap, sebelum kami jadian dulu, kami berdua adalah dua orang sahabat yang begitu akrab. Dan aku sebenarnya sudah bertahun-tahun memiliki rasa padanya. Sekitar beberapa bulan lalu, aku baru bisa mendapatkannya dan itu tak lama. Aku masih merasakan bagaimana sakitnya dulu dan indahnya dulu. Memori itu masih begitu terkenang dihatiku sampai sekarang.
“Nay, gue perlu bicarra sama lo,” ujarnya.
“Ngomong aja,” jawabku singkat.
Nathan menarik nafas panjang, lalu dibuangnya. “Gue perlu jujur sama elo. Jujur, gue masih sayang sama lo. Gue cemburu saat elo deket sama Juna. Dan dulu gue putusin elo, itu karena gue ngerasa elo udah nyia-nyiain gue. Gue nggak mau pacaran tapi kayak nggak pacaran begitu. Jadi, saat itu gue ambil keputusan itu,” terang Nathan dan langsung mendapatkan setetes air mata dariku.
“Dan gue juga mau jujur sama lo. Dulu, gue nggak ada maksud untuk nyia-nyiain elo. Gue cuma masih terpaku dengan pikiran gue. Kenapa sih elo bisa suka sama gue? Gue nggak bisa se-perfect mantan-mantan lo. Gue terlalu banyak kekurangan, dan dulu sampai sekarang gue masih merasa kalau gue nggak bisa se-perfect mereka,” cerocosku sambil menangis. Air mataku memang sudah tak bisa tertahan lagi.
“Elo perlu tau, Nay. Gue sayang sama lo begitu tulus. Gue sayang sama lo apa adanya, bukan ada apanya. Dan dari kekurangan itu, menjadi kelebihan elo dihati gue. Gue nggak perlu cewek perfect, gue perlu cewek apa adanya dan dia menerima gue apa adanya pula. Gue udah coba ngelupain elo dengan cara jadian sama beberapa cewek. Tapi tetep aja, bayangan elo selalu ada diotak gue. Apalagi saat ngeliat elo mesra-mesraan sama Juna. Rasanya hatiku kayak ketusuk duri,”
“Elo juga perlu tau, gue sayang sama elo udah lama banget. Sejak beberapa tahun yang lalu, saat kita sahabatan kelas tujuh semester dua dulu,”
Nathan memegang kedua tanganku. “Elo mau jadi pacar gue lagi?” tanyanya.
“Cewek lo?” tanyaku lagi.
“Dia udah gue putusin dari kemarin. Gue nggak mau bohongin perasaan gue terus,”
Aku tersenyum. “Gue mau jadi pacar lo lagi,”
Nathan langsung memelukku begitu erat, akupun juga begitu.
Aku sangat merindukan ini. Saat aku bisa jujur tentang perasaanku padanya. Saat aku bisa begitu dekat dengannya. Ini adalah hari valentine yang begitu indah bagiku. Valentine ini takkan kulupa, akan selalu kuingat. Disaat aku sudah tidak membohongi perasaanku yang begitu mendalam pada Nathan. Kuharap kebahagiaan ini terus terjadi selamanya.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar