Siang
ini sudah cukup tenagaku terkuras untuk membantu ibu membersihkan gudang
belakang rumah. Sejak pagi tadi aku dan ibu sudah asik bermain-main dengan debu
yang menempel di sekitar buku yang sudah tidak digunakan.
Aku
merebahkan badan ke ranjang di kamarku. Tak lupa sebelumnya aku menyalakan
kipas angin untuk mengurangi udara panas yang sejak tadi membuat pengap. Aku
memejamkan mata berusaha merilekskan seluruh badanku.
“Buku
itu...” gumamku lalu mengerjapkan mataku.
Aku
seakan teringat dengan buku yang aku temukan di gudang tadi pagi. Buku harianku
tiga tahun lalu. Buku yang berisi tentang cerita-ceritaku bersama dengannya.
Ya, dia! Dia yang sempat mengisi hari-hariku selama beberapa bulan dahulu.
“Bawel...”
Ku
dudukkan diriku di atas ranjang. Suara itu! Tiba-tiba saja suara itu terdengar
kembali dipendengaranku. Tapi aku yakin itu hanya halusinasiku saja.
Jelas-jelas sekarang aku sedang sendirian dikamar. Mungkin aku hanya
merindukannya sampai berhalusinasi seperti ini.
Aku
langkahkan kakiku menuju meja belajar. Disana terlihat buku yang sudah aku
ambil dari gudang tadi. Dan tentunya sudah aku bersihkan dari debu-debu yang
melekat di buku tersebut sebelumnya.
Ku
tarik bangku dan duduk didepan meja belajar. Lalu ku buka halaman pertama, disana
tertulis “BUKU HARIAN MINNIE”. Itulah namaku, Acantha Minniela. Seakan ingin
cepat-cepat memutar memori indah dulu, aku langsung membuka lembaran demi
lembaran yang ada. Sempat terkekeh sendiri membaca curhatanku dua tahun lalu.
Entahlah
hari ini aku harus senang atau sebal. Karena hari ini aku mengalami keduanya.
Awalnya, aku sebal dengan kakakku yang terus saja membuat moodku jelek. Dia
terus mengomel tidak jelas. Aku bosan mendengar omelan tidak berujung itu.
diam-diam aku keluar rumah dan tanpa sengaja aku bertemu dengan dia, Reza. Yang
sebelumnya moodku jelek, berubah 180 derajat saat dia menyapaku, apalagi dia
mengajakku main bersama. Aaaaahhhhh rasanya aku melayang hari ini bisa bermain
dengannya!!!
***
Ku lirik ke kiri dan ke
kanan seperti maling yang sedang mencuri kesempatan untuk masuk kerumah mangsa,
bedanya kalau maling mengendap masuk kerumah seseorang sedangkan aku ingin
keluar dari rumah. Setelah dipastikan kalau tidak ada orang yang melihat, aku
keluar diam-diam sambil menjinjitkan kakiku saat melangkah. Kupakai sendal ungu
milikku, lalu lari keluar rumah.
Setelah merasa jarak
rumah dan arah kemana aku berlari jauh, ku hentikan lariku lalu kutaruh telapak
tangan di dengkulku sambil berusaha mengatur nafas yang begitu memburu karena
lari barusan.
“Uuuhhh... akhirnya
bisa keluar dari kandang singa,” ujarku sambil mengelap pelipisku.
Yang sebelumnya
tatapanku terarah pada satu arah, yaitu kakiku. Tiba-tiba tatapanku beralih
pada kaki lain yang ada di depanku. Ku dongakkan kepalaku untuk melihat siapa
pemilik kaki itu. Detak jantungku yang sebelumnya sudah stabil lalu mulai
berdetak lebih cepat daripada setelah lari tadi. Tatapanku juga tak
henti-hentinya menatap pemilik kaki itu, seakan tidak mau kehilangan objek
indah yang baru saja aku dapat hingga aku terhipnotis dengan keindahan
tersebut.
“Kamu ngapain
lari-lari? Lagi main kejar-kejaran?” tanya seseorang dihadapanku.
Aku langsung tersadar
kealam sadarku, lalu berdiri. Ku garuk tengkuk kepalaku yang sebenarnya tidak
gatal, itu caraku berusaha untuk mengurangi rasa gugupku. “Ah nggak kok. Abis
keluar kandang singa makanya gini,” jawabku seadanya.
Dia langsung melongo
mendengar jawaban polosku lalu tertawa sambil memegang perutnya. Ya tuhan,
kenapa dia semakin indah dipandang saat tertawa? Tak apa jika aku yang jadi
bahan tawaannya asal dia tertawa, hihi...
Kulihat dia berusaha
mengatur diri untuk menjawab jawaban anehku itu. “Kamu ada-ada aja. Kamu mau
temenin aku ke taman? kebetulan aku baru beli layang-layangan baru. Nanti kita
sekalian beli minum buat kamu, keliatannya kamu capek abis lari,”
Senyuman langsung
terlihat jelas diwajahku. “Ayo... mana layang-layangannya? Nanti kamu juga
harus ajarin aku ya!”
“Layangannya ada
dirumahku. Jadi, mampir dulu kerumahku. Pasti bawel,” ujarnya sambil tertawa
dan mengusap rambutku.
Aku mengerucutkan
bibirku. “Aku nggak bawel tau! Yaudah ayo sekarang, keburu singa datang lagi,” kataku
sambil menarik tangannya berjalan menuju rumahnya yang tak jauh dari sini.
Setelah mengambil
layang-layangan dirumahnya dan dia tak lupa menawari air minum padaku, lalu
kami langsung berjalan riang menuju taman terdekat.
“Cepat ajari aku!”
pintaku.
“Kita baru sampai,
duduk dulu dong,”
Aku langsung
menggeleng. “Nggak mau. Aku pengen belajar main layang-layangan sekarang! Nanti
kalo aku udah bisa, kamu boleh deh duduk-duduk santai. Yayaya?” paksaku.
Dia menghela nafas
sebentar. “Bener ya? Yaudah deh, nih pegang gulungan ini,” perintahnya.
Aku hanya menurut saja
apa yang dia jelaskan sambil mengangguk jika mengerti dan bertanya jika tak
mengerti. Aku berteriak dan tertawa keras saat layang-layangan itu sudah
terbawa angin. Senangnya melihat layang-layang itu menari indahnya di langit.
“Makasih ya Za, udah
ajarin aku,” kataku masih menatap layang-layang yang baru kuterbangkan
bersamanya.
Dia mengangguk. “Iya
sama-sama. Kayaknya seru, aku ikut nerbangin layang-layang deh,”
Kulirik sekilas
kesamping. Dia tidak duduk-duduk seperti yang dia inginkan tadi malah ikut
nerbangin layang-layang yang memang sudah disediakan dua, untuknya dan untukku.
“Bukan kayaknya lagi, ini emang seru banget,” jawabku sambil terkekeh.
Aku dan dia terus asik
menerbangkan layang-layang bahkan sempat benangnya saling melilit, untungnya
tidak putus. Senyumku tak dapat terhapus dari wajahku. Hari ini aku benar-benar
senang dia bisa mengajakku main. Biasanya juga tidak pernah. Meskipun kita satu
sekolah dan berteman, tapi selama dia pindah kerumah yang tak begitu jauh dari
rumahku, dia tak pernah sekalipun mengajakku main bersama. Aku merasa
mendapatkan keajaiban jatuh dari langit. Sangat lucu!
***
Aku
hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Aku yang sekarang dengan yang dulu
memanglah berbeda. Haha
Musik
k-pop? Aku kurang suka. Ah tidak, aku suka hanya saja tidak mengerti artinya
-_- tadi pagi dia mengenalkanku dengan musik k-pop, kita mendengarkan beberapa
lagu dengan satu headset berdua. Sungguh sosweet! Aku mendengar lagu MBLAQ –
Monalisa, Boyfriend – You & I, B2ST – I Like You The Best, dll. Sepertinya
aku akan mulai menyukai k-pop setelah mendengar lagu-lagu dari korea itu.
sebelumnya aku hanya menyukai dramanya saja, itu pun hanya beberapa. Haha
Aku
mengangguk setelah membacanya. Memang benar, setelah mendengar lagu itu aku
mulai menyukai k-pop. Bahkan sampai sekarang. Bias (idola) ku bahkan semakin
banyak. Sepertinya aku harus berterima kasih padanya karena sudah mengenalkan
musik k-pop padaku.
***
Aku memang sangat dekat
dengannya. Yaa walaupun hanya disekolah, tapi itu sudah cukup untukku. Saat ini
aku, Reza dan tiga teman yang lain masih berada digedung sekolah meskipun bel
pulang sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu. Hari ini kami sungguh malas
dirumah, akhirnya kami sepakat untuk disekolah sampai sore.
Saat ketiga teman yang
lain sedang ke kantin membeli minum, dikelas hanya ada aku dan dirinya. Gugup
memang, tapi aku berusaha menghilangkan gugup itu. Kami sedang duduk berdua di
satu meja. Lalu dia memasangkan sebuah headset ke telinga sebelah kiriku.
“Dengerin deh lagunya,”
katanya.
Aku hanya menurut dan
mendengar lagu yang sedang diputarnya. Ternyata lagu itu, aku langsung melepas
headset itu lalu aku pasangkan ke telinga kirinya.
“Ah lagu korea, aku
nggak ngerti,” jawabku lalu mulai membaca kembali novel yang ada ditanganku.
“Denger aja dulu, kalo
kamu tau artinya juga suka. Paling nggak denger dulu deh, ya!” paksanya lalu
kembali melepas headset yang ada di telinga kirinya kemudian memasangnya
kembali ke telinga kiriku.
“Iyasih enak,” ujarku
sambil mengangguk lalu mengalihkan tatapanku padanya.
“Ini baru beberapa
lagu, aku masih ada banyak lagu k-pop. Pokoknya kamu harus denger. Nggak ada
kata nggak,” jawabnya enteng.
“Ah terserah aja,” aku
yang memang lagi nggak mau cari ribut cuma jawab sesingkat mungkin.
***
Lalu
ku buka lagi lembaran-lembaran yang lain dan membacanya. Yang benar saja,
memori dulu mulai menari-nari diotakku. Bahkan sampai saat dia menembakku satu
bulan setelah kejadian itu. lagi-lagi aku tertawa geli mengingatnya.
Apa-apaan
dia tidak ada romantis-romantisnya sedikitpun! Dia menembakku atau ingin
menghinaku? Apa dia belum pernah menembak perempuan sebelumnya? Dia menembak
dengan berkata seperti ini, “Bawel jelek, kamu mau nggak jadi pacarku?” awas
kau nanti, akan ku suapi cabe hijau sekarung!!! Asdfghjkl
***
Hari ini terakhir
ulangan semester genap dan hanya satu pelajaran yang di ulangan-kan. Aku dan
teman-teman sangat senang akhirnya sebentar lagi penderitaan kita menghadapi
soal-soal yang membuat bulu alis rontok akan berakhir. Apalagi hari ini hanya
satu pelajaran dan tidak begitu sulit pelajarannya, aku jadi tidak terlalu
extra belajar dari jam setengah tujuh sampai sepuluh malam seperti hari-hari
sebelumnya.
Saat menghadapi ulangan
pun aku hanya menggunakan waktu tiga puluh menit untuk mengerjakan soal, tiga
puluh menit untuk memeriksa kembali, dan sisanya satu jam aku gunakan untuk
tidur.
Setelah keluar kelas,
aku dan beberapa temanku ke toilet berombongan. Saat keluar aku merasa ada yang
aneh, karena Reza terus mengikuti kami meskipun tidak masuk toilet dan hanya
menunggu diluar. Tapi aku berusaha berfikir positif saja, karena dia memang
setiap hari pulang bersamaku.
Perasaan aneh itu
semakin menjadi saat semua teman-temanku meninggalkan kami berdua. Aku hanya
bertanya-tanya saja dalam hatiku. Kenapa jadi aneh begini? Bahkan saat aku
ingin mengikuti teman-temanku, mereka malah menyuruhku bersama Leo sebentar.
Apa maksud mereka?
“Pulang yuk!” ajakku.
“Nanti dulu dong, wel,”
jawabnya.
“Manggil aku bawel
lagi, dijamin sebentar lagi sepatuku udah melayang kekepala kamu!”
Dia hanya terkekeh
geli. “Canda doang elah. Galak banget,”
“Biar,” jawabku
seadanya lagi.
“Yee gitu doang ngambek,”
“Siapa yang ngambek!”
“Itu ngambek,”
“Nggak. Kita ngapain
sih disini? Pulang aja yuk,” ajakku lagi yang mulai gugup.
“Sebentar,” ujarnya
menghalangiku yang sudah siap-siap untuk melangkah ke teman-temanku yang lagi
di dalam kelas 10-4.
“Kenapa?”
Dia tarik nafas
panjang-panjang lalu menghembuskannya pelan-pelan. “Bawel jelek...”
Ini orang kenapa sih?
Masih manggil bawel lagi, bahkan sekarang ditambah jeleknya.
“Apaan?” tanyaku ketus.
“Bawel jelek, kamu mau
nggak jadi pacarku?”
Mau nggak mau bola
mataku membulat sempurna. Dia barusan ngomong apa? Apa telingaku sedang
bermasalah? Meskipun begitu, rona merah dikedua pipiku tidak bisa
disembunyikan.
“Hah? Maksudnya?”
tanyaku yang mulai seperti orang bodoh.
“Kamu tau kan aku putus
sama Yanti, itu karena aku mulai suka sama kamu,”
Kukerjapkan mataku
berkali-kali. Apa aku tidak salah dengar?
“Jadi?”
Dia melengos pelan.
“Kok jadinya kamu yang nanya jadi? Seharusnya aku, kamu mau nggak jadi pacarku,
bawel?”
“Ini beneran?”
Aku terus berusaha
mengulur-ulur waktu. Aku ingin terus mengisi memori dan moment-moment di otakku
saat dia menembakku seperti ini. Aku berusah menghapus senyum yang sebenarnya
sudah tidak bisa ditahan lagi untukku lukiskan diwajahku.
“Masa bohong sih, ya
nggaklah,” jawabnya yang mulai geregetan.
Teman-temanku yang
berada didalam kelas itu ternyata menguping pembicaraanku dengan Reza sejak
tadi. Wajahku sudah benar-benar seperti kepiting rebus saat ini, sungguh
memalukan. Memalukan memang, tapi aku senang.
Aku hanya memjawab
dengan anggukan.
“Yang bener dong,”
ujarnya sambil tersenyum senang.
“Iya aku mau,” ucapku
sambil tertunduk.
Tiba-tiba,
teman-temanku yang sudah mengintip dibalik jendela langsung berlari keluar
kelas lalu teriak tidak jelas seperti cacing kepanasan.
“Wah PJ-nya dong!!”
“Cie yang baru jadi!!”
“Traktir dong!”
“Selamat ya! Semoga
langgeng!”
Itulah beberapa ucapan
dari teman-temanku sambil tertawa bahagia. Rasanya aku ingin memeluk semua
teman-temanku, berusaha menyembunyikan rona merah yang sudah sangat memerah
ini.
***
Aku
masih ingat betul, hari-hariku saat itu begitu berwarna seperti pelangi. Dulu
kalau aku begadang hanya untuk membaca novel saat malam minggu, ada yang
menemaniku sms-an. Senyumpun tak pernah hilang dari wajahku seakan-akan aku
makhluk yang paling bahagia di dunia saat itu.
Semakin
lama aku membaca curhatanku sendiri itu, akhirnya aku sampai pada hal yang tak
bisa terhapus dari ingatanku.
Apa
laki-laki sekarang tidak ada yang setia? Apa aku masih kurang? Rakus sekali dia
semua perempuan diucapkan cinta olehnya. Apa maksud dia? Sudah berapa air mata
yang aku keluarkan hari ini untuk orang seperti dia? Malang sekali nasibku.
Hari ini juga aku ingin mengakhiri semuanya. Aku tidak ingin sekolahku
terganggu hanya untuk hal yang tidak bermutu seperti ini!!
Ku
alihkan tatapan mataku ke depan. Kejadian itu masih terlihat jelas dalam
ingatanku.
Tessss.....
“Air
mata ini lagi?” gumamku lirih sambil tersenyum miris.
***
Sore ini aku dengannya
pergi ke taman saat bermain layang-layang dulu. Aku tersenyum simpul saat
melewati tempat itu lalu menggaruk tengkukku. Saat itu aku belum memilikinya,
saat kembali kesini lagi aku sudah menjadi miliknya. Sungguh masih tak dapat
aku percayai kenyataan ini.
“Kamu kenapa?”
tanyanya.
Langsung ku alihkan
wajahku padanya lalu tersenyum kikuk. “Ah nggak apa-apa,”
“Kamu duduk dulu aja ya
disini. Aku beli minum dulu. Aku titip jaketku ya,” ucapnya sambil menyerahkan
jaket padaku lalu pergi ke warung terdekat.
Lagi-lagi aku hanya
menuruti katanya untuk duduk di bangku taman yang sudah disediakan. Tanganku
memang ditakdirkan jahil, aku langsung membongkar semua isi kantong dijaketnya.
Ternyata hanya ada handphone-nya saja. Tapi tak apalah.
Aku semakin jahil saja
membuka galeri foto yang ada di handphone-nya. Senyumku mengembang saat melihat
beberapa fotoku ada di handphone-nya yang jelas-jelas hanya ada dihandphone ku.
Bagaimana dia bisa mengambilnya? Ah aku baru ingat, dulu dia sempat meminjam
handphoneku lama sekali sampai aku ngomel-ngomel tak jelas padanya. Apa dia
mem-bluetooth beberapa fotoku? Sosweet sekali dia!
Entahlah bagaimana
ceritanya aku tiba-tiba sudah membuka item terkirim di olahpesan yang ada di
handphone-nya. Aku seakan tertarik untuk membaca pesan yang dia kirim ke
beberapa temannya.
Mataku membulat
sempurna saat membaca kata “Iloveyou” yang dia kirim ke temannya yang bernama
Jessie itu. Aku berusaha berfikir positif, mungkin mereka sedang bercanda.
Seakan mendapat bisikan setan, aku membaca semua sms yang Reza dan Jessie
lakukan. Ternyata pikiran positifku berakhir dengan negatif. Mereka tidak
sedang bercanda, tapi memang sedang bermain dibelakangku.
“Hai, kamu ngapain
buka-buka handphoneku?” sahut seseorang lalu mengambil handphone yang ada
digenggamanku, sudah ku pastikan pasti itu pacarku. “Ka...mu... kena...pa
na...ngis?” tanyanya sedikit tergagap, mungkin karena takut rahasianya aku
ketahui.
Kuusap air mata yang
sudah banjir dipipiku dengan telapak tanganku. “Aku udah tau kok kamu sama
Jessie. Lebih baik kita putus,” gumamku lirih lalu pergi meninggalkannya yang
hanya terpaku mendengar kata putus sepihak dariku.
Sejak saat itu aku
dengannya sudah mulai menjaga jarak. Bahkan setelah aku putus, aku semakin
mengetahui sebuah kebenaran. Selain Jessie, masih ada dua perempuan lain yang
dia gombali. Hatiku tentu sangat sakit. Aku mulai menyibukkan diri dengan
berbagai aktivitas untuk melupakannya.
***
Aku
menggeleng-gelengkan kepala setelah mengingat akhir yang tidak happy ending
tetapi sad ending. Semua manusia memang tidak selama bahagia dan aku percaya
itu. Yasudahlah, yang lalu sudah berlalu masa kini kita harus mengejar masa
depan yang lebih baik. Itulah kata-kata yang aku gunakan sebagai penyemangatku.
Aku juga beranggapan lelaki seperti dia tak patut dipikirkan lagi.
Setelah
asyik flasback ria, aku langsung
menutup buku diary itu lalu menaruhnya di atas meja kemudian berjalan keluar
kamar.